Langsung ke konten utama

Tahapan Agenda Setting dalam Pembentukan Kebijakan oleh Wahyudi Iswar

 


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, saya Wahyudi Iswar, Analis Kebijakan Ahli Muda di Diskominfo Provinsi Sulawesi Barat. Anda saat ini berada di program BUKA RUANG.

Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas tentang tahapan agenda setting dalam proses pembentukan kebijakan publik.

Dalam studi kebijakan publik, secara umum proses agenda setting merupakan tahapan yang melibatkan transformasi dari isu atau masalah privat menjadi isu publik, yang kemudian diangkat menjadi agenda pemerintahan. Proses ini adalah bagian penting dalam ruang lingkup agenda setting.

Mengacu pada pengukuran Indeks Kualitas Kebijakan Publik yang diterbitkan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN), kualitas agenda setting menjadi salah satu subdimensi dalam indeks tersebut. Indeks Kebijakan Publik sendiri memiliki dua dimensi utama, yaitu dimensi perencanaan kebijakan dan dimensi evaluasi serta kemanfaatan kebijakan. Agenda setting termasuk dalam dimensi perencanaan kebijakan, bersama dengan subdimensi formulasi kebijakan.

Berdasarkan instrumen pengukuran kualitas kebijakan yang dikeluarkan oleh LAN, kualitas agenda setting diukur melalui dua indikator utama. Pertama, indikator identifikasi dan validasi masalah kebijakan. Kedua, indikator penyaringan dan konsultasi publik terkait masalah kebijakan.

Sebagai contoh, mari kita lihat proses pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda). Tahapan agenda setting dalam konteks ini berakhir ketika ada rencana atau penetapan rencana yang dibuat oleh pemerintah untuk menyusun sebuah kebijakan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda). Proses ini berakhir saat penyusunan naskah akademik telah dimulai.

Jadi, secara umum, agenda setting dimulai dari pengidentifikasian sebuah masalah—baik itu masalah privat maupun isu publik—dan berakhir ketika sudah ada rencana penyusunan Perda oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau oleh DPR, jika Ranperda tersebut merupakan inisiatif DPR. Proses ini juga berakhir ketika penyusunan naskah akademik untuk Perda telah dimulai.

Dalam menilai kualitas proses agenda setting, kita bisa melihatnya dari dua hal. Pertama, bagaimana proses ini mencerminkan demokratisasi dan deliberasi, misalnya melalui pelibatan dan partisipasi publik serta kelompok sasaran dalam pembuatan kebijakan. Kedua, bagaimana proses ini didasarkan pada metode analisis yang rasional, teknokratis, dan ilmiah.

Kedua aspek ini menjadi barometer penting untuk menilai kualitas agenda setting dalam pembentukan peraturan daerah.

Untuk saat ini, kita akhiri pembahasan di sini. Kita akan melanjutkan di kesempatan berikutnya.

Sekian, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. BUKA RUANG—mantap!



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tantangan dan Strategi SDK-JSM dalam Meningkatkan IPM dan Infrastruktur Sulawesi Barat

  Dr. H. Suhardi Duka, M.M. bersama Mayjen TNI (Purn) Salim S. Mengga resmi dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) untuk periode 2025-2030. Pelantikan tersebut dilaksanakan pada Kamis, 20 Februari 2025, di Istana Negara, Jakarta. /Foto/Istimewa /Pikiran Rakyat Sulbar Fenomena ketimpangan pembangunan di Sulawesi Barat menjadi tantangan besar bagi Gubernur Suhardi Duka (SDK) dan Jenderal Salim D. Mengga (JSM). Dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang masih di bawah rata-rata nasional dan disparitas infrastruktur antarwilayah yang signifikan, dibutuhkan kebijakan yang strategis dan inovatif untuk menjawab berbagai tantangan yang ada. Tantangan Pembangunan Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM Sulawesi Barat berada pada angka 70, masih jauh dari rata-rata nasional yang mencapai 74,39. Faktor utama penyebabnya adalah kualitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang belum optimal. Kurangn...

Menuntaskan Tenaga Kontrak Pemerintah 2025: Keputusan MenPAN-RB Nomor 16/2025 tentang PPPK Paruh Waktu Sebagai Solusi Transformasi Kepegawaian

Penghapusan tenaga honorer oleh pemerintah pada tahun 2025 menandai era baru dalam pengelolaan sumber daya manusia di sektor publik. Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan sistem kepegawaian yang lebih efisien, terstruktur, dan profesional. Selama ini, sistem rekrutmen tenaga honorer dinilai tidak pasti dan kurang jelas, menyebabkan banyak tenaga kerja non-ASN menerima upah di bawah standar regional (UMR) serta menimbulkan beban anggaran yang tidak efisien. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah menerbitkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KepmenPANRB) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu. Regulasi ini menjadi landasan hukum bagi pengangkatan tenaga non-ASN sebagai PPPK paruh waktu, memberikan harapan baru bagi mereka yang selama ini bekerja tanpa status dan jaminan yang jelas. Latar Belakang dan Urgensi Penerbitan KepmenPANRB 16/2025 KepmenPANRB 16/2025 lahir sebagai respons terh...