Langsung ke konten utama

Apa yang salah dari pendidikan kita?


 


Pendidikan adalah fondasi utama untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) yang unggul, yang nantinya akan menentukan masa depan bangsa. Namun, di Indonesia, kita masih menghadapi sejumlah tantangan besar dalam dunia pendidikan. Mirisnya, banyak pelajar yang bahkan tak memahami hal-hal dasar yang seharusnya menjadi pengetahuan umum. Menurut sebuah penelitian Kemendikbudristek pada 2022, sebanyak 70% anak Indonesia dapat membaca, tetapi tidak bisa memahami apa yang mereka baca. Ini menggambarkan adanya masalah serius dalam sistem pendidikan kita.

Meskipun pemerintah telah mengalokasikan 20% dari APBN atau setara dengan 660 triliun untuk pendidikan, kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh dari memadai. “Kalau soal kuantitas, angka putus sekolah di Indonesia semakin menurun, tapi kualitasnya sangat tertinggal.” Kesenjangan antara pelajar dari keluarga mampu dan tidak mampu semakin terasa, karena sistem pendidikan kita masih bersifat "pay to win" – di mana pendidikan yang lebih baik hanya bisa diperoleh dengan biaya lebih tinggi. Sekolah-sekolah negeri, yang diandalkan oleh mayoritas rakyat, masih tertinggal dalam hal kualitas pengajaran, fasilitas, dan lingkungan belajar.

Kualitas pendidikan yang buruk ini tidak hanya berdampak pada proses belajar, tetapi juga pada hasil akhirnya. Banyak lulusan yang akhirnya menganggur karena pendidikan di Indonesia tidak mempersiapkan mereka dengan keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja. “Untuk bisa mendapatkan ijazah di negara kita, tidak perlu pintar atau rajin, karena standar kelulusan sangat mudah.” Ini berujung pada lulusan yang tidak kompetitif di pasar kerja.

Salah satu masalah utama adalah tidak adanya "quality control" dalam sistem pendidikan kita. “Nilai raport yang kita dapat di sekolah sebenarnya tidak mencerminkan kualitas, karena sering kali dibuat hanya untuk terlihat bagus.” Sistem pendidikan ini perlu dirombak dari akarnya. Pengajar dan penguji harus berasal dari pihak yang berbeda untuk mendapatkan penilaian yang lebih objektif mengenai kemampuan siswa.

Tidak hanya itu, sistem pendidikan kita juga terlalu fokus pada nilai akademis di semua mata pelajaran, tanpa memperhatikan minat dan bakat siswa. “Pendidikan kita sering kali memaksa siswa untuk bisa segalanya, meskipun itu tidak realistis.” Ini menimbulkan tekanan pada siswa untuk mendapatkan nilai bagus, meski bidang yang mereka minati sebenarnya berbeda.

Banyak guru di Indonesia juga masih kurang kompeten dalam menggunakan teknologi, meskipun era digital sudah semakin maju. “Sebanyak 60% guru di Indonesia buruk dalam menggunakan teknologi,” yang membuat pendidikan kita sulit mengejar perkembangan zaman. Saat pandemi, misalnya, banyak guru yang kesulitan menggunakan platform seperti Zoom, sehingga proses belajar menjadi terbatas.

Selain itu, budaya korupsi di sektor pendidikan menjadi salah satu faktor yang memperparah keadaan. Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW), sektor pendidikan masuk ke dalam 10 besar sektor yang paling korup di Indonesia, dan sekitar 33% sekolah di Indonesia berpotensi terlibat dalam tindakan korupsi. Ini jelas menghambat kemajuan pendidikan di negeri ini.

Solusinya? “Satu-satunya jalan untuk memperbaiki sistem pendidikan adalah dengan merombak sistem dari ujung ke ujung,” yang berarti perubahan harus datang dari pemerintah sebagai eksekutor utama. Hanya dengan reformasi menyeluruh, kita bisa mewujudkan pendidikan yang lebih adil, berkualitas, dan relevan dengan kebutuhan zaman.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tantangan dan Strategi SDK-JSM dalam Meningkatkan IPM dan Infrastruktur Sulawesi Barat

  Dr. H. Suhardi Duka, M.M. bersama Mayjen TNI (Purn) Salim S. Mengga resmi dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) untuk periode 2025-2030. Pelantikan tersebut dilaksanakan pada Kamis, 20 Februari 2025, di Istana Negara, Jakarta. /Foto/Istimewa /Pikiran Rakyat Sulbar Fenomena ketimpangan pembangunan di Sulawesi Barat menjadi tantangan besar bagi Gubernur Suhardi Duka (SDK) dan Jenderal Salim D. Mengga (JSM). Dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang masih di bawah rata-rata nasional dan disparitas infrastruktur antarwilayah yang signifikan, dibutuhkan kebijakan yang strategis dan inovatif untuk menjawab berbagai tantangan yang ada. Tantangan Pembangunan Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM Sulawesi Barat berada pada angka 70, masih jauh dari rata-rata nasional yang mencapai 74,39. Faktor utama penyebabnya adalah kualitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang belum optimal. Kurangn...

Tahapan Agenda Setting dalam Pembentukan Kebijakan oleh Wahyudi Iswar

  Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, saya Wahyudi Iswar, Analis Kebijakan Ahli Muda di Diskominfo Provinsi Sulawesi Barat. Anda saat ini berada di program BUKA RUANG . Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas tentang tahapan agenda setting dalam proses pembentukan kebijakan publik. Dalam studi kebijakan publik, secara umum proses agenda setting merupakan tahapan yang melibatkan transformasi dari isu atau masalah privat menjadi isu publik, yang kemudian diangkat menjadi agenda pemerintahan. Proses ini adalah bagian penting dalam ruang lingkup agenda setting . Mengacu pada pengukuran Indeks Kualitas Kebijakan Publik yang diterbitkan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN), kualitas agenda setting menjadi salah satu subdimensi dalam indeks tersebut. Indeks Kebijakan Publik sendiri memiliki dua dimensi utama, yaitu dimensi perencanaan kebijakan dan dimensi evaluasi serta kemanfaatan kebijakan. Agenda setting termasuk dalam dimensi perencanaan kebijakan, bersama dengan s...

Menuntaskan Tenaga Kontrak Pemerintah 2025: Keputusan MenPAN-RB Nomor 16/2025 tentang PPPK Paruh Waktu Sebagai Solusi Transformasi Kepegawaian

Penghapusan tenaga honorer oleh pemerintah pada tahun 2025 menandai era baru dalam pengelolaan sumber daya manusia di sektor publik. Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan sistem kepegawaian yang lebih efisien, terstruktur, dan profesional. Selama ini, sistem rekrutmen tenaga honorer dinilai tidak pasti dan kurang jelas, menyebabkan banyak tenaga kerja non-ASN menerima upah di bawah standar regional (UMR) serta menimbulkan beban anggaran yang tidak efisien. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah menerbitkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KepmenPANRB) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu. Regulasi ini menjadi landasan hukum bagi pengangkatan tenaga non-ASN sebagai PPPK paruh waktu, memberikan harapan baru bagi mereka yang selama ini bekerja tanpa status dan jaminan yang jelas. Latar Belakang dan Urgensi Penerbitan KepmenPANRB 16/2025 KepmenPANRB 16/2025 lahir sebagai respons terh...