Langsung ke konten utama

"PHK Massal 2024: Krisis Ketenagakerjaan dan Tantangan bagi Pemerintah di Tengah Ketidakstabilan Ekonomi"


Pada tahun 2024, Indonesia menghadapi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang kian memprihatinkan. Hingga Agustus 2024, lebih dari 46.000 pekerja kehilangan pekerjaan, meningkat signifikan dibandingkan 32.064 pekerja yang di-PHK pada paruh pertama tahun tersebut. Kondisi ini mencerminkan bahwa dampak PHK masih terus terasa bahkan setelah masa pandemi COVID-19 berlalu.

Berbagai sektor terhantam krisis ini, mulai dari manufaktur, tekstil, hingga startup. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia, Mira Sumirat, mengungkapkan bahwa “PHK tidak lagi terbatas pada satu sektor, tetapi telah menyebar luas ke berbagai industri”. Salah satu sektor yang sangat terdampak adalah tekstil, di mana lebih dari 13.800 pekerja kehilangan pekerjaan hanya dari 10 perusahaan. Bahkan, di Jakarta sendiri, lebih dari 7.400 pekerja di-PHK hanya dalam enam bulan pertama tahun ini. Provinsi dengan tingkat PHK tertinggi adalah Jawa Tengah, disusul oleh Jakarta dan Banten.

Di sektor startup, situasi semakin mengkhawatirkan dengan adanya fenomena “Tech Winter” yang menyebabkan perusahaan teknologi seperti Tokopedia, TikTok Shop, dan Shopee Indonesia melakukan PHK besar-besaran. Beberapa perusahaan bahkan memilih untuk “merelokasi kantor mereka ke daerah dengan upah yang lebih rendah,” seperti yang dilakukan oleh Shopee yang memindahkan kantor mereka ke Solo dan Yogyakarta. Langkah ini dianggap oleh banyak pihak sebagai cara untuk mengurangi beban gaji, meskipun perusahaan mengklaim bahwa ini adalah bagian dari pengembangan talenta digital.

Salah satu kisah memilukan datang dari Olivia, seorang pekerja di industri kecantikan yang menerima kabar PHK hanya dua minggu sebelum hari terakhirnya bekerja. "Saya tidak punya cukup waktu untuk mempersiapkan diri, dan PHK ini datang secara mendadak," ungkapnya. Serupa dengan Olivia, Nabila, seorang pekerja di startup, juga dihadapkan pada PHK mendadak. “Saya hanya menerima pesangon yang dicicil selama empat bulan, sementara banyak pekerja lainnya bahkan tidak tahu nasib mereka ke depan,” tuturnya.

Krisis PHK ini tidak lepas dari ketidakstabilan ekonomi global, yang diperparah oleh perang Rusia-Ukraina dan menurunnya permintaan ekspor dari negara-negara utama seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat. “Pabrik tekstil Indonesia dihantam oleh banjirnya produk impor murah dari Cina,” jelas seorang pengamat, yang menyebabkan produk lokal, seperti batik, kehilangan daya saing. Keadaan ini semakin memperburuk nasib para pekerja yang sudah tertekan.

Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, yang disahkan pada tahun 2020, juga disebut-sebut berkontribusi terhadap maraknya PHK. “Undang-undang ini memudahkan perusahaan melakukan PHK,” kata Eli Rosita, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBI). Salah satu aturan dalam undang-undang ini adalah pelonggaran Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang mempermudah perusahaan mengakhiri kontrak kerja tanpa memberikan jaminan keberlanjutan bagi pekerja. Dampak dari kebijakan ini sangat terasa terutama di sektor tekstil dan garmen, di mana banyak pabrik yang berhenti beroperasi tanpa memberikan pesangon kepada para buruh mereka.

Meskipun pemerintah mengklaim bahwa tingkat pengangguran menurun menjadi 4,82% pada Februari 2024, angka ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah pengemudi ojek online, bukan karena adanya lapangan kerja baru. “Bukan karena pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan baru, tetapi banyak orang terpaksa beralih menjadi pekerja lepas seperti driver ojek,” tegas Eli.

Pemerintah telah berupaya menekan gelombang PHK ini. Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mencoba mendorong kesepahaman antara pekerja dan pengusaha melalui mediasi. Namun, “upaya yang dilakukan oleh Ibu Ida akan sia-sia,” menurut beberapa pengamat, karena hingga kini belum ada solusi yang efektif untuk menangani tingginya angka PHK dan pengangguran.

Pengamat ekonomi seperti Bima Yudhistira dari Center of Economics and Law Studies menekankan pentingnya meningkatkan daya beli masyarakat sebagai salah satu solusi. “Penundaan kenaikan tarif PPN dan pemberian bantuan sosial yang tepat sasaran dapat membantu,” ujarnya. Yusuf Rendy Manilet dari CORE Indonesia juga mengusulkan untuk memperkuat daya saing industri melalui kebijakan yang mendukung pengurangan pajak dan pemberian subsidi.

Pada akhirnya, fenomena PHK massal ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi pemerintah dalam menjaga kesejahteraan pekerja dan stabilitas ekonomi. “Indonesia memiliki populasi besar, tetapi kesempatan kerja yang ada tidak cukup untuk mengakomodasi semua masyarakat,” kata seorang pengamat ketenagakerjaan. Pemerintah diharapkan dapat mengambil tindakan yang lebih konkret agar hak-hak pekerja tetap terlindungi di tengah krisis yang terus berlanjut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tantangan dan Strategi SDK-JSM dalam Meningkatkan IPM dan Infrastruktur Sulawesi Barat

  Dr. H. Suhardi Duka, M.M. bersama Mayjen TNI (Purn) Salim S. Mengga resmi dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) untuk periode 2025-2030. Pelantikan tersebut dilaksanakan pada Kamis, 20 Februari 2025, di Istana Negara, Jakarta. /Foto/Istimewa /Pikiran Rakyat Sulbar Fenomena ketimpangan pembangunan di Sulawesi Barat menjadi tantangan besar bagi Gubernur Suhardi Duka (SDK) dan Jenderal Salim D. Mengga (JSM). Dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang masih di bawah rata-rata nasional dan disparitas infrastruktur antarwilayah yang signifikan, dibutuhkan kebijakan yang strategis dan inovatif untuk menjawab berbagai tantangan yang ada. Tantangan Pembangunan Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM Sulawesi Barat berada pada angka 70, masih jauh dari rata-rata nasional yang mencapai 74,39. Faktor utama penyebabnya adalah kualitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang belum optimal. Kurangn...

Tahapan Agenda Setting dalam Pembentukan Kebijakan oleh Wahyudi Iswar

  Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, saya Wahyudi Iswar, Analis Kebijakan Ahli Muda di Diskominfo Provinsi Sulawesi Barat. Anda saat ini berada di program BUKA RUANG . Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas tentang tahapan agenda setting dalam proses pembentukan kebijakan publik. Dalam studi kebijakan publik, secara umum proses agenda setting merupakan tahapan yang melibatkan transformasi dari isu atau masalah privat menjadi isu publik, yang kemudian diangkat menjadi agenda pemerintahan. Proses ini adalah bagian penting dalam ruang lingkup agenda setting . Mengacu pada pengukuran Indeks Kualitas Kebijakan Publik yang diterbitkan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN), kualitas agenda setting menjadi salah satu subdimensi dalam indeks tersebut. Indeks Kebijakan Publik sendiri memiliki dua dimensi utama, yaitu dimensi perencanaan kebijakan dan dimensi evaluasi serta kemanfaatan kebijakan. Agenda setting termasuk dalam dimensi perencanaan kebijakan, bersama dengan s...

Menuntaskan Tenaga Kontrak Pemerintah 2025: Keputusan MenPAN-RB Nomor 16/2025 tentang PPPK Paruh Waktu Sebagai Solusi Transformasi Kepegawaian

Penghapusan tenaga honorer oleh pemerintah pada tahun 2025 menandai era baru dalam pengelolaan sumber daya manusia di sektor publik. Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan sistem kepegawaian yang lebih efisien, terstruktur, dan profesional. Selama ini, sistem rekrutmen tenaga honorer dinilai tidak pasti dan kurang jelas, menyebabkan banyak tenaga kerja non-ASN menerima upah di bawah standar regional (UMR) serta menimbulkan beban anggaran yang tidak efisien. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah menerbitkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KepmenPANRB) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu. Regulasi ini menjadi landasan hukum bagi pengangkatan tenaga non-ASN sebagai PPPK paruh waktu, memberikan harapan baru bagi mereka yang selama ini bekerja tanpa status dan jaminan yang jelas. Latar Belakang dan Urgensi Penerbitan KepmenPANRB 16/2025 KepmenPANRB 16/2025 lahir sebagai respons terh...