Langsung ke konten utama

Kewajiban Penyimpanan DHE SDA: Langkah Strategis atau Beban Baru bagi Eksportir?

sumber foto: ekonomi.bisnis.com

Kebijakan pemerintah yang mewajibkan penyimpanan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) di dalam negeri telah menjadi topik perdebatan di kalangan pelaku usaha. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 8 Tahun 2025, eksportir di sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan diwajibkan menempatkan 100% DHE mereka dalam sistem keuangan nasional selama 12 bulan. Langkah ini bertujuan memperkuat ketahanan ekonomi dan meningkatkan cadangan devisa Indonesia (Kemenkeu, 2025).

Namun, kebijakan ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai dampaknya terhadap eksportir. Di satu sisi, langkah ini dapat dianggap sebagai strategi cerdas untuk memastikan bahwa hasil ekspor berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian domestik. Dengan mengalihkan DHE ke dalam negeri, pemerintah berharap dapat meningkatkan stabilitas nilai tukar rupiah dan memperkuat perputaran uang dalam negeri (Airlangga Hartarto, 2025).

Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa kewajiban ini dapat menjadi beban tambahan bagi eksportir. Banyak pelaku usaha khawatir tentang likuiditas dan fleksibilitas dalam mengelola dana mereka. Meskipun pemerintah memberikan ruang untuk penggunaan DHE yang disimpan, seperti untuk operasional bisnis dan pembayaran pajak, masih ada batasan yang dapat membatasi kemampuan eksportir dalam beradaptasi dengan dinamika pasar internasional (Prabowo Subianto, 2025).

Selain itu, tantangan infrastruktur perbankan di Indonesia juga menjadi faktor penting. Apakah bank nasional siap menangani lonjakan DHE yang akan masuk? Apakah mereka memiliki sistem yang cukup efisien untuk mendukung kebutuhan eksportir? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab agar kebijakan ini benar-benar memberikan manfaat bagi semua pihak.

Menurut Santoso (2023), kebijakan penyimpanan DHE SDA dapat meningkatkan ketahanan ekonomi nasional dengan menekan volatilitas kurs dan meningkatkan likuiditas valuta asing di dalam negeri. Langkah ini juga memungkinkan pemerintah mengoptimalkan penggunaan devisa untuk kepentingan pembangunan nasional. Namun, eksportir khawatir kebijakan ini akan mengurangi daya saing mereka di pasar global. Hal ini sejalan dengan pendapat Widjaja (2024), yang menyoroti bahwa pembatasan fleksibilitas dalam mengelola devisa dapat meningkatkan biaya transaksi dan menurunkan efisiensi bisnis eksportir.

Selain itu, regulasi yang terlalu ketat dalam pengelolaan devisa dapat membuat investor asing berpikir dua kali sebelum menanamkan modalnya di Indonesia, terutama di sektor ekspor berbasis SDA (Lestari, 2022).

Oleh karena itu, agar kebijakan ini menjadi langkah strategis yang menguntungkan semua pihak, pemerintah perlu memberikan insentif bagi eksportir yang patuh, seperti suku bunga kompetitif untuk simpanan DHE SDA di bank dalam negeri serta kemudahan akses kredit berbasis devisa. Selain itu, infrastruktur perbankan di daerah juga harus ditingkatkan untuk memudahkan eksportir dalam memenuhi kewajiban penyimpanan DHE. Dengan pendekatan yang lebih kolaboratif dan fleksibel, kebijakan ini dapat menjadi instrumen yang tidak hanya menguntungkan stabilitas ekonomi nasional tetapi juga tetap mendukung pertumbuhan sektor ekspor.


Daftar Pustaka

  • Airlangga Hartarto. (2025). Pernyataan tentang Kebijakan Kewajiban Penyimpanan DHE SDA. Retrieved from Kemenko Perekonomian.
  • Hakim, A. (2022). Tantangan dan Peluang Eksportir dalam Memenuhi Kewajiban Penyimpanan DHE. Surabaya: Penerbit Bisnis Indonesia.
  • Kemenkeu. (2025). Kebijakan Wajib Simpan DHE SDA di Dalam Negeri. Retrieved from Kementerian Keuangan.
  • Lestari, M. (2022). Dampak Regulasi Devisa terhadap Investasi Asing di Indonesia. Jakarta: Pustaka Ekonomi.
  • Prabowo Subianto. (2025). Konferensi Pers Terkait Kewajiban Penyimpanan DHE SDA. Retrieved from Setneg.
  • Santoso, D. (2023). Manajemen Devisa dan Stabilitas Ekonomi Nasional. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.
  • Siregar, R. (2021). Dampak Kebijakan Devisa Hasil Ekspor terhadap Stabilitas Nilai Tukar Rupiah. Jakarta: Lembaga Penelitian Ekonomi Indonesia.
  • Widjaja, R. (2024). Kebijakan Ekspor dan Tantangan Globalisasi. Bandung: Penerbit Bisnis Internasional.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tantangan dan Strategi SDK-JSM dalam Meningkatkan IPM dan Infrastruktur Sulawesi Barat

  Dr. H. Suhardi Duka, M.M. bersama Mayjen TNI (Purn) Salim S. Mengga resmi dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) untuk periode 2025-2030. Pelantikan tersebut dilaksanakan pada Kamis, 20 Februari 2025, di Istana Negara, Jakarta. /Foto/Istimewa /Pikiran Rakyat Sulbar Fenomena ketimpangan pembangunan di Sulawesi Barat menjadi tantangan besar bagi Gubernur Suhardi Duka (SDK) dan Jenderal Salim D. Mengga (JSM). Dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang masih di bawah rata-rata nasional dan disparitas infrastruktur antarwilayah yang signifikan, dibutuhkan kebijakan yang strategis dan inovatif untuk menjawab berbagai tantangan yang ada. Tantangan Pembangunan Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM Sulawesi Barat berada pada angka 70, masih jauh dari rata-rata nasional yang mencapai 74,39. Faktor utama penyebabnya adalah kualitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang belum optimal. Kurangn...

Tahapan Agenda Setting dalam Pembentukan Kebijakan oleh Wahyudi Iswar

  Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, saya Wahyudi Iswar, Analis Kebijakan Ahli Muda di Diskominfo Provinsi Sulawesi Barat. Anda saat ini berada di program BUKA RUANG . Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas tentang tahapan agenda setting dalam proses pembentukan kebijakan publik. Dalam studi kebijakan publik, secara umum proses agenda setting merupakan tahapan yang melibatkan transformasi dari isu atau masalah privat menjadi isu publik, yang kemudian diangkat menjadi agenda pemerintahan. Proses ini adalah bagian penting dalam ruang lingkup agenda setting . Mengacu pada pengukuran Indeks Kualitas Kebijakan Publik yang diterbitkan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN), kualitas agenda setting menjadi salah satu subdimensi dalam indeks tersebut. Indeks Kebijakan Publik sendiri memiliki dua dimensi utama, yaitu dimensi perencanaan kebijakan dan dimensi evaluasi serta kemanfaatan kebijakan. Agenda setting termasuk dalam dimensi perencanaan kebijakan, bersama dengan s...

Menuntaskan Tenaga Kontrak Pemerintah 2025: Keputusan MenPAN-RB Nomor 16/2025 tentang PPPK Paruh Waktu Sebagai Solusi Transformasi Kepegawaian

Penghapusan tenaga honorer oleh pemerintah pada tahun 2025 menandai era baru dalam pengelolaan sumber daya manusia di sektor publik. Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan sistem kepegawaian yang lebih efisien, terstruktur, dan profesional. Selama ini, sistem rekrutmen tenaga honorer dinilai tidak pasti dan kurang jelas, menyebabkan banyak tenaga kerja non-ASN menerima upah di bawah standar regional (UMR) serta menimbulkan beban anggaran yang tidak efisien. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah menerbitkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KepmenPANRB) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu. Regulasi ini menjadi landasan hukum bagi pengangkatan tenaga non-ASN sebagai PPPK paruh waktu, memberikan harapan baru bagi mereka yang selama ini bekerja tanpa status dan jaminan yang jelas. Latar Belakang dan Urgensi Penerbitan KepmenPANRB 16/2025 KepmenPANRB 16/2025 lahir sebagai respons terh...