Belakangan ini, tagar #KaburAjaDulu menjadi perbincangan hangat di media sosial. Tagar ini menjadi wadah bagi netizen untuk menyuarakan aspirasi mereka, baik dalam bentuk video, tulisan, maupun meme. Sebagian besar melihatnya sebagai bentuk protes terhadap kondisi di Indonesia, sementara yang lain menganggapnya sebagai strategi nasionalisme, yakni mencari ilmu dan pengalaman di luar negeri sebelum kembali membangun tanah air.
Akar Masalah: Frustrasi atau Nasionalisme?
Frustrasi:
Banyak netizen mengeluhkan sulitnya mencari pekerjaan, daya beli yang menurun, serta persyaratan kerja yang dianggap tidak masuk akal.
Beberapa individu melihat "kabur" ke luar negeri sebagai pelarian dari masalah ekonomi dan sosial di Indonesia.
Nasionalisme:
Sebagian masyarakat memandang "kabur" sebagai langkah strategis untuk menimba ilmu dan pengalaman di luar negeri dengan harapan bisa kembali dan berkontribusi bagi negeri.
Mereka berargumen bahwa pengalaman di luar negeri justru memperkuat rasa nasionalisme dan keinginan untuk membangun Indonesia.
Pandangan Para Narasumber
Bang Pangeran (Praktisi Digital): Fenomena ini awalnya muncul dari industri teknologi, di mana banyak pekerja startup mencari peluang di luar negeri akibat "tech winter" atau penurunan pertumbuhan industri teknologi. Ia menekankan bahwa fenomena ini tidak selalu negatif, karena diaspora Indonesia sering menunjukkan rasa nasionalisme yang tinggi.
Bunda Korla (Diaspora Indonesia di Jerman): Menetap di Jerman sejak usia 24 tahun, ia menilai tinggal di luar negeri justru meningkatkan kecintaannya pada Indonesia. Namun, ia mengkritik persyaratan kerja di Indonesia yang seringkali tidak masuk akal, seperti batasan usia dan penampilan fisik yang tidak berlaku di Jerman. Menurutnya, pemerintah perlu memperbaiki sistem ketenagakerjaan agar generasi muda tidak merasa terpaksa "kabur".
Vicky Natasha (Diaspora Indonesia di Jerman): Sebagai guru TK di Jerman, ia aktif berbagi ilmu parenting dan pendidikan melalui media sosial. Ia menegaskan bahwa tinggal di luar negeri tidak mengurangi rasa cintanya terhadap Indonesia, dan ia selalu berusaha untuk tetap berkontribusi bagi negeri.
Respon Pemerintah
Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Imanuel Ebzer, menilai bahwa fenomena ini tidak perlu dikhawatirkan. Ia mencontohkan negara-negara seperti India dan China, yang memiliki diaspora besar tetapi tetap berkontribusi terhadap pembangunan di tanah air. Ia juga menggarisbawahi bahwa pemerintah perlu menciptakan kebijakan yang lebih inklusif untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia.
Catatan Penting
Fenomena Digital: Viralitas #KaburAjaDulu mencerminkan dinamika masyarakat yang cepat beradaptasi dengan media sosial. Fenomena ini perlu dipahami sebagai bentuk aspirasi yang lebih mendalam, bukan sekadar reaksi emosional sesaat.
Tantangan Pemerintah: Pemerintah harus lebih serius dalam menciptakan lapangan kerja yang inklusif dan menghapus persyaratan kerja yang diskriminatif. Selain itu, peningkatan kesejahteraan dan daya saing harus menjadi prioritas agar generasi muda tidak merasa perlu "kabur" ke luar negeri.
Penutup
Fenomena #KaburAjaDulu mencerminkan realitas generasi muda Indonesia yang menghadapi tantangan ekonomi dan sosial. Meski sebagian melihatnya sebagai bentuk frustrasi, banyak di antara mereka yang justru memiliki semangat nasionalisme tinggi untuk belajar dan berkontribusi bagi negeri. Pemerintah harus segera merespons dengan kebijakan yang berpihak kepada rakyat, sehingga Indonesia menjadi tempat yang lebih layak untuk hidup dan berkarya.
sumber tulisan:

Komentar
Posting Komentar